BAYI LAHIR DARI IBU PENDERITA DIABETES MELLITUS ( DM ), INFEKSI HEPATITIS B, TUBERKULOSIS, MALARIA ATAU SIFILIS


Bayi lahir dari ibu penderita diabetes mellitus ( DM ), infeksi hepatitis B, tuberculosis, malaria atau sifilis kemungkinan besar akan mengalami masalah beberapa waktu setelah lahir, meskipun nampak normal pada waktu lahir. Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita DM beresiko mengalami masalah pada saat lahir berupa gangguan maturitas paru, berat lahir besar untuk masa kehamilan ( BMK ) atau makrosomia, atau bila disertai dengan penyakit vascular akan mengalami berat lahir kecil untuk masa kehamilan ( KMK ). Masalah yang timbul beberapa saat setelah lahir dapat berupa hipoglikemia dengan tanda alergi, tak mau minum, apnea atau kejang dalam 6 – 12 jam setelah lahir. Kejang yang timbul setelah umur 12 jam kemungkinan diakibatkan hipokalsemia atau hipomagnesemia. Disetres respirasi akibat imaturitas paru dapat juga ditemui. Masalah yang paling sulit terjadi ada bayi yang lahir dari ibu dengan gangguan ginjal, jantung atau mata.


Bayi yang lahir dari ibu penderita hepatitis B biasanya asimtomatis, jarang yang disertai gejala sakit. Transmisi virus hepatitis B ( HB ) dari ibu penderita gejala sakit. Transmisi virus hepatitis B ( HB) dari ibu penderita terjadi pada saat bayi lahir karena paparan darah ibu. Bila ibu terbukti menderita hepatitis akut pada kehamilan trisemester pertama dan kedua, resiko penularan pada bayinya kecil karena atigen dalam darah sudah negative pada kehamilan cukup bulan dan anti HBs sudah muncul. Bila ibu terinveksi virus HB pada kehamilan trisemester akhir, kemungkinan bayi akan tertular adalah 50-70%.
Kejadian tuberkolusis (TB) congenital jarang. Ibu hamil dengan infeksi TB pada paru saja tidak akan menularkannya ke janin sampai bayi lahir. Mekanisme infeksi intrauterine dapat melalui beberapa cara yaitu plasenta yang terinfeksi intrauterine dapat melalui beberapa cara yaitu plasenta yang terinfeksi basil tuberculosis, TB plasenta yang menyebar ke janin melalui vena umbilikalis, aspirasi lender yang telah terinfeksi pada saat lahir, atau paparan yang terjadi pada periode pasca natal.
Di daerah endemic malaria, infeksi Plasmodium falsiparum selama kehamilan meningkatkan kejadian anemia ibu hamil, abortus, lahir mati, kelahiran premature, gangguan pertumbuhan intrauterine dan bayi lahir berat rendah ( BBR ). Insidens infeksi sifilis semakin meningkat dari tahun ke tahun, namun diperkirakan hanya sepertiganya yang tercatat. Meskipun transmisi infeksi sifilis ke janin diperkirakan terjadi pada dua trimester akhir, namun kuman spirokhaeta dapat menembus plasenta kapan saja selama kehamilan.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF
Diabetes Melitus
Pencegahan kompliksi yang berat pada janin maupun bayi pada masa neonatal dilakukan dengan penanganan pada ibu selama hamil berupa :
·         Edukasi ibu untuk melakukan control rutin dibawah pengawasan ketat seorang dokter.
·         Mengontrol kadar gula dengan terapi diet bila tidak berhasil dengan insulin.
·         Memperhatikan kontraindikasi pemberian obat antidiabetik oral.
·         Pemeriksaan pada trismeter Pertama, Kedua dan Ketiga.

Infeksi Hepatitis B
Tindakan pencegahan terhadap kejadian infeksi HB neonatal adalah dengan memberikan imunoprofilaksis.

Infeksi Tuberkulosis
Tindakan pencegahan yang paling efisien terhadap kejadian TB neonatal adalah menemukan dan mengobati kasus TB pada ibu hamil sedini mungkin. Didaerah dengan prevalensi TB cukup tinggi, sebaiknya dilakukan uji tuberculin pada semua ibu hamil yang dicurigai kontal dengan penderita TB, ibu hamil dengan HIV positif, diabetes atau gastrektomi, atau ibu yang bekerja dilingkungan dengan kemungkinan penularan cukup tinggi ( seperti rumah sakit, penjara, rumah yatim piatu, dll ).

Infeksi Malaria
Salah satu tindakan yang dikembangkan dan paling efektif untuk mencegah komplikasi terhadap janin akibat infeksi malaria selama hamil adalah :
-          Menemukan kasus dan memberikan pengobatan intermiten sulfadoksin-pirimetamin minimal 2 kali selama hamil.

Infeksi Sifilis
ð  Lakukan pemeriksaan serologis pada ibu hamil yang mempunyai factor resiko tinggi ( pelaku seks komersial, sering berganti pasangan, pecandu obat-obatan, riwayat menderita infeksi sebelumnya, riwayat infeksi HIV ).
ð  Berikan pengobatan secara adekuat terhadap ibu hamil yang terinfeksi sifilis atau dicurigai terinfeksi untuk mencegah terjadinya sifilis kongiental.


LANGKAH DIAGNOSTIK
Ibu menderita diabeter mellitus
Pemeriksaan laboratorium yang harus dimonitor secara ketat adalah :
·         Kadar glucose serum harus diperiksa menggunakan Dextrosit(R) segera setalah lahir dan selanjutnya sesuai prosedur pemeriksaan kadar glukosa darah. Bila kadarnya < 40mg/dl, harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar glucose serum.
·         Kadar kalsium serum diperiksa pada umur 6, 24 dan 48 jam. Bila kadar rendah, kadar magnesium darah juga harus diperiksa karena kemungkinan kadarnya juga menurun.
·         Hemoglobin / hematokrit diperiksa pada umur 4 dan 48 jam.
·         Kadar bilirubin serum diperiksa bila ada indikasi(secara klinis menunjukkan tanda ikterus)
·         Pemeriksaan laboratorium lain seperti analisis gas darah, hitung jenis leukosit, dan kultur diperiksa sesuai indikasi.
Pemeriksaan lain seperti radiologi, elektrokardiografi dan ekhokardiografi dilakukan sesuai indikasi klinis.

Ibu menderita hepatitis B
  • Periksa HBsAg dan IgM anti-HBc. Kadar antigen akan terdeteksi dalam darah bayi pada umur 6 bulan,dengan kadar puncak pada umur sekitar 3-4 bulan. Jangan ambil darah umbilikal karena (1) terkontaminasi dengan darah ibu yang mengandung antigen atau sekresi vagina, (2) adanya kemungkinan antigen non infeksius dari darah ibu.
Ibu menderita tuberculosis (TB)
  • Kebanyakan kasusnya bersifat asimtomatik atau dengan gejala minimal.
  • Pada setiap bayi yang dicurigai menderita TB congenital atau terinfeksi tuberculosis perinatal, dianjurkan dilakukan uji tuberculin PPD meskipun hasilnya bisa negative kecuali kalau infeksinya sudah berlangsung selama 4-6 bulan.
  • Bila bayi terbukti menderita TB congenital, lakukan penanganan sebagai TB congenital. (lihat penanganan TB congenital).
Ibu penderita malaria
  • Periksa hapusan darah terutama untuk menemukan plasmodium falciparum pada setiap bayi yang dilahirkan ibu yang menderita malaria.
  • Cari tanda-tanda malaria congenital (missal ikterus, hepato-splenomegali, anemia, demam, masalah minum, muntah); Meskipun kenyataannya sulit dibedakan dengan gejala malaria.
Ibu penderita sifilis
Lakukan pemeriksaan klinis  dan uji serologis (segera setelah lahir) pada bayi yang dilahirkan ibu dengan hasil seropositif yang :
  • Tidak diobati atau tidak punya catatan pengobatan yang baik
  • Diobati pada kehamilan trimester akhir
  • Diobati dengan obat selain pinisilin
  • Tidak terjadi penurunan titer treponema setelah pengobatan
  • Diobati tetapi belum sembuh   
Hasil tes serologis bisa non reaktif bila bayi terinfeksi pada bulan-bulan terakhir kehamilan.
MANAJEMEN
Ibu dengan diabetes mellitus
Bayi lahir dari ibu penderita diabetes mellitus, beresiko untuk mengalami hipoglikemia pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum dengan baik.
·         Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling tidak 8 kali sehari, siang dan malam.
·         Bila bayi berumur kurang dari 3 hari, amati sampai umur 3 hari :
Periksa kadar glucose pada :
-          Saat bayi dating atau pada umur 3 jam
-          Tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai kadar glukosa dalam batas normal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut.
·         Bila kadar glukosa < 45 mg/dl atau bayi menunjukkan tanda hipoglekami ( tremor atau letargi ), tangani untuk hipoglikemia ( lihat SPM hipoglikemia ).
·         Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemia atau masalah lain dan bayi dapat minum dengan baik, pulangkang bayi pada hari ke 3.
Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, bayi tidak perlu pengamatan. Bila bayi dapat minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkang.

Ibu dengan infesi hepatitis B
Ibu yang menderita hepatitis akut selama hamil atau HBsAg positif dapat menularkan hepatitis B pada bayinya :
·         Berikan dosis awal vaksin hepatitis B ( VHB ) 0,5 ml IM segera setelah lahir dilanjutkan dosis ke-2 dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis.
·         Bila tersedia, berikan imunoglobin hepatitis B ( HBIG ) 200 IU ( 0,5 ml ) IM disuntikan ada paha sisi yang lainnya dalam waktu 24 jam setelah lahir atau paling lambat 48 jam setelah lahir.
·         Yakinkan ibu untuk tetap menyusui bayinya.
Ibu dengan infeksi tuberculosis
·         Bila ibu menderita tuberculosis paru aktif dan mendapat pengobatan kurang dari 2 bulan sebelum melahirkan, atau didiagnosis  menderita TB setelah melahirkan :
-          Jangan diberik vaksin BCG segera setelah lahir ;
-          Beri profilaksis isoniazid ( INH ) 5 mg/kg sekali sehari peroral ;
-          Pada umur 8 minggu lakukan evaluasi kembali catat berat badan dan lakukan tes Mantoux dan pemeriksaan radiologi bila memungkinkan :
Ø  Bila ditemukan kecurigaan TB Aktif, mulai berikan pengobatan anti-TB lengkap ( sesuaikan dengan program pengobatan TB pada bayi dan anak )
Ø  Bila keadaan bayi baik dan hasil tes negative, lanjutkan terapi pencegahan dengan INH selama 6 bulan.
·         Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu setelah pengobatan selesai. Bila vaksin BCG sudah terlanjur diberikan, ulang pemberiannya 2 minggu setelah pengobatan INH selesai.
·         Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan.
·         Lakukanlah tindak lanjut terhadap bayinya tiap 2 minggu untuk menilai kenaikan berat bayi.

Ibu dengan infeksi malaria
Bayi yang lahir dari ibu dengan malaria dapat mengalami kelahiran premature, berat lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, demam, masalah minum, iritabilitas, hepatisplenomegalia, ikterus, anemia.
·         Anjurkan ibu tetap menyusui bayinya.
·         Periksa hapusan darah terutama untuk plasmodium falciarum, bila :
-          Hasil negative, tidak perlu pengobatan
-          Hasil positif, obati dengan anti malaria
·         Ibu hamil yang menderita malaria, bayinya beresiko menderita malaria kongiental.
·         Periksa adanya tanda-tanda malaria kongiental ( misal demam, masalah minum, iritabilitas, hepatisplenomegalia, ikterus, anemia ) gejala malaria congenital sangat sulit dibedakan dengan gejala malaria yang didapat.
·         Gejala dapat timbul 14 jam sampai 8 minggu setelah lahir
·         Berikan klorokuin basa 10 mg/kg per oral, dilanjutkan 5 mg/kg 6 jam kemudian, selanjutnya 5 mg/kg 12 jam dan 24 jam setelah pemnberian pertama.
·         Jangan member kina pada bayi dibawah umur 4 bulan, mengingat efek samping menimbulkan hipotensi.
Ibu dengan infeksi Sifilis
·         Bila hasil uji serologis pada ibu positif dan sudah diobati dengan penisilin 2,4 juta unit dimulai sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu diobati.
·         Bila ibu tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat atau tidak diketahui status pengobatannya, maka :
-          Beri bayi benzatine benzilpenisilin IM dosis tunggal
-          Beri ibu dan ayahnya benzathine penicillin 2,4 juta unit IM dibagi dalam dua suntikan pada tempat berbeda
-          Rujuk ibu dan ayahnya ke rumah sakit yang melayani penyakit menular seksual untuk tindak lanjut.

PEMANTAUAN ( MONITORING )
Diabetes Mellitus
Bila bayi berumur 3 tahun atau lebih dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit bayi tidak perlu pengamatan. Bila bayi dapat minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Hepatitis B
Pada bayi yang dilahirkan dari ibu penderita hepatitis B dan tidak mendapatkan penanganan yang adekuat perlu dilakukan pemeriksaan :
·         HbsAgpada 1 – 2 bulan setelah lahir, bila positif perlu penanganan lebih lanjut, rujuk ke subbagian hepatologi.
·         Anti HBs untuk mendapat kekebalan dan aman dari infeksi
Tuberculosis
Bila ibu baru terdiagnosis setelah melahirkan atau belum diobati
·         Semua anggota keluarga harus diperiksa lebih lanjut untuk kemungkinan terinfeksi
·         Bayi diperiksa foto dada dan tes PPD pada umur 4-6 minggu
·         Ulang tes PPD pada umur 4 bulan dan 6 bulan
·         Bila hasil tes negative pada umur 4 bulandan tidak ada infeksi aktif di seluruh anggota keluarga, pemberian INH dapat dihentikan, pemberian ASI dapat dilanjutkan, dan bayi tidak perlu dipisahkan dari ibu.
Bila ibu tidak mengalami infeksi aktif, sedang dalam pengobatan, hasil pemeriksaan sputum negative dan hasil foto dada stabil :
·         Foto ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan dan yakinkan ibu tetap minm obat.
·         Periksa anggota keluarga lain
·         Bayi diperiksa tes tuberculin PPD pada umur 4 bulan, bila hasilnya negative, sputum ibu negative dan anggota keluarga lain tidak terinfeksi, hentikan pemberian INH.
·         Ulang pemeriksaan tes tuberculin PPD pada umur 6, 9 dan 12 bulan.
Bila ibu mendapat pengobatan secara adekuat
·         Periksa foto dada ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan karena ada kemungkinan terjadi eksaserbasi
·         Lakukan pemeriksaan ulang tes tuberculin PPD setiap 3 bulan selama 1 tahun, setelah itu evaluasi tiap tahun.
·         INH tidak perlu diberikan pada bayi
·         Periksa anggota keluarga lain.
Malaria
·         Lakukan tindak lanjut tiap 2 minggu dalam 8 minggu untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan memerika tanda-tanda malaria congenital, missal : ikterus, hepatosplenomegali, anemia, demam, masalah minum, muntah.

Sifilis
·         Lakukan tindak lanjut dalam 4 minggu untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan tanda-tanda sifilis congenital pada bayi.
·         Cari tanda-tanda sifilis kongiental pada bayi ( edema, ruam kulit, lepuh ditelapak tangan/kaki, kondiloma dianus, rhinitis, hidrops fetalis/hepatosplenomegali )
·         Bila ada tanda-tanda diatas, berikan terapi untuk sifilis congenital
·         Laporkan kasusnya ke dinas kesehatan setempat.


sumber: Standar Pelaanan Medis IDAI 2004

BAYI LAHIR DARI IBU YANG MENDERITA HIV ( Human Immuodeficiency Virus )



H
IV adalah virus RNA dari subfamily retrovirus. Infeksi HIV menimbulkan defisiensi kekebalan tubuh sehingga menimbulkan gejala berat yang disebut penyakit AIDS ( acquired immunodeficiency syndrome ). Pada tahun 2000, WHO memperkirakan 1,5 juta anak terinveksi HIV, dan diantara penderia AIDS dewasa, 30 % adalah ibu, termasuk ibu hamil. Di Amerika Serikat 0,17 % ibu hamil sero positif HIV I dengan angka penularan dari ibu ke bayi adalah 13-14%.
Penularan dari pada bayinya lebih progresif dari pada penularan pada anak. Diantara bayi-bayi yang mengalami penularan secara vertical dari ibu, 80% menunjukkan gejala klinis HIV pada umur 2 tahun. Gambaran gejala klinis AIDS tampak pada umur 1 tahun pada 23% dan pada umur 4 tahun pada 40% dari bayi-bayi tersebut.


LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF
·         Mencegah penularan yang paling berbahaya, yaitu melalui percampuran darah dari ibu beresiko tinggi dan bayi melalui plasenta, terutama bila ada korioamnionitis. Bila terjadi ketuban pecah dini, semakin lama resiko terinfeksi semakin besar.
·         Mencegah penularan melalui transfuse darah, sehingga menghilangkan resiko penularan karena penderita yang baru terkena HIV mempunyai masa seronegatif 1 – 4 bulan, dan 5 – 15% penderita HIV seronegatif. Saat ini resiko transmisi HIV melalui donor darah adalah 1 dalam 25.000 unit transfusi.
·         Menghindari pemberian ASI dari ibu HIV
ASI dari ibu dengan infeksi HIV berperan sebagai sumber penularan pascanatal, terutama dalam kolostrum. Kemungkinan penularan lewat ASI sangat besar, terutama pada ibu-ibu yang menderita HIV beberapa bulan setelah melahirkan.
Menurut pedoman yang ada sekarang, ibu HIV sebaiknya tidak memberikan ASI apabila penyediaan formula memenuhi syarat kebersihan dan nutrisi untuk bayi. 

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
·                     Riwayat ibu pengguna obat-obatan termasuk narkotik lewat pembuluh darah
·                     Riwayat ibu penderita hemofilia
·                     Riwayat kelainan orientasi dan perilaku seksual pada ibu (wanita biseksual )
Pemeriksaan fisis
Gejala klinis pada neonatus dapat berupa :
·         BBLR (Berat Badan Lahir Rendah atau low birth weight)atau gagal tumbuh
·    Infeksi saluran nafas berulang, otitis media, sinusitis, sepsis, moniliasis berulang, kadang-kadang terjadi infeksi non spesifik dengan gelaja hepatosplenomegali, limafadenopati, dan demam.
·         Gangguan motorik yang progresif.
Diagnosis berdasarkan : (1) dugaan infeksi berdasarkan gejala klinik dan risiko tertular pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi, (2) tes serologi.
Pemeriksaan Penunjang
1.      CAT Scan : Klasifikasi basal ganglia dan atrofi corterks cerebri.
2.      Antibodi HIV : pada anak > 18 bulan dinyatakan positif jika IgG anti-HIV (+) dengan pemeriksaan ELISA & Blot. Pada bayi < 18 bulan bila hasil tes tersebut (+) masih diragukan karena masih terdapat antibody transplasental dari ibu.
3.      Uji virologist untuk neonatus dengan pemeriksaan PCR, uji HIV dan deteksi antigen P24. Uji tersebut dapat mendeteksi HIV pada 50% neonatus atau > 95% bayi berumur 3-6 bulan.
Manajemen
Umum
·                     Jika ditemukan bayi yang dilahirkan dari ibu HIV positif
-        Hormati kerahasiaan ibu dan keluarganya dan beri konseling pada keluarga.
-        Rawat bayi seperti bayi yang lain, dan beri perhatian khusus pada pencegahan infeksi
-        Bayi tetap diberi imunisasi rutin
-        Beri dukungan mental
-        Anjurkan permakaian kondom pada suaminya untuk mencegah penularan infeksi.

PEMANTAUAN
Terapi
Terapi antiretrovirus
Tanpa pemberian obat antiretrovirus, 25 % bayi dengan ibu HIV positif akan tertular sebelum dilahirkan atau pada waktu lahir, atau 15 % akan tertular melalui ASI.
·         Tentukan apakah ibu sedang mendapat pengobatan antiretrovirus untuk HIV atau mendapat pengobatan antiretrovirus untuk pencegahan transmisi pada bayinya.
·         Obati bayi dan ibu sesuai dengan protokol dan kebijakan yang ada
Contoh :
·         Bila ibu sudah mendapat AZT ( zidovudin ) 4 minggu sebelum melahirkan, maka setelah lahir bayi diberi AZT 2 mg/kg per oral tiap 6 jam selama 6 minggu
·         Bila ibu sudah mendapat nevirapin dosis tunggal selama proses persalinan dan bayi berumur kurang dari 3 hari, segera beri bayi nevirapin dalam suspensi 2 mg/kg per oral.
·         Jadwalkan pemeriksaan lanjutan dalam 2 minggu untuk menilai masalah pemberian minum dan pertumbuhan bayi.
Pemberian minum
·         Beri konseling pada ibu tentang pilihan pemberian minum kepada bayinya. Hargai dan dukunglah apapun pilihan ibu. Ijinkan ibu untuk membuat pernyataan sendiri tentang pilihan yang terbaik untuk bayinya.
·         Jelaskan kepada ibu bahwa menyusui beresiko tinggi menularkan infeksi AIDS sedangkan pemberian susu formula dapat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian, khususnya bila pemberian susu formula tidak dilakukan secara aman. Hal ini dapat terjadi karena keterbatasan fasilitas air untuk mempersiapkan susu formula, atau karena kesinambungan pemberiannya oleh kelurga tidak terjamin.
·                     Jelaskan pada ibu tentang untung dan rugi pilihan pemberian minum.
-        Susu formula dapat diberikan bila memungkinkan dalam hal penyediaannya, kebersihannya dan dapat tersedia setiap waktu.
-        ASI eksklusif dapat segera dihentikan bila susu formula sudah dapat disediakan.
Usulan pilihan biasanya adalah ASI ekskusif selama 6 bulan, kemudian ditambah makanan padat setelah umur 6 bulan.
·                     Dalam beberapa situasi, kemungkinan lain adalah :
-                    Memeras ASI dan menghangatkan ketika akan diberikan
-                    Pemberian ASI peras dari ibu HIV negative
-                    Apapun pilihan ibu, berilah nasehat khusus seperti dibawah ini :
ð  Apabila memberikan susu formula, jelaskan bahwa selama 2 tahun, ibu harus menyediakannya, selain makanan pendamping ASI
ð  Bila tidak dapat menyediakan susu formula, sebagai alternatif beri ASI ekskusif dan segera hentikan setelah tersedia susu formula.
ð  Semua bayi yang mendapatkan susu formula perlu tindak lanjut dan beri dukungan kepada ibu cara menyediakan susu formula dengan benar.
ð  Jangan membiarkan minuman kombinasi. (contoh : minuman dari susu hewani, bubur buatan, susu formula, disamping pemberian ASI), karena hal ini akan menjadikan resiko terjadinya infeksi tinggi dari pada pemberian ASI eksklusif.

Susu formula
-        Ajari ibu cara mempersiapkan dan memberikan susu formula dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum.
-        Anjurkan ibu untuk memberi susu formula 8 kali sehari, dan beri lagi apabila bayi menginginkan.
  • Beri ibu petunjuk tertulis cara mempersiapkan susu formula
-        Jelaskan risiko pemberian susu formula dan cara menghindarinya :
-        Bayi akan diare apabila tangan ibu, air atau alat-alat yang digunakan tidak bersih dan steril, atau bila susu yang disediakan terlalu lama tidak diminumkan.
-        Bayi tidak akan tumbuh baik apabila susu formula terlalu encer, terlalu jarang frekuensi pemberiannya, atau bayi mengalami diare.
·                     Nasihati ibu untuk mengamati tanda-tanda :
-                    Minum kurang dari 6 kali dalam sehari atau minum hanya sedikit
-                    Mencret
-                    Berat badan sulit naik.
·                     Nasihati ibu agar membawa bayinya untuk pemeriksaan lanjutan:
-                    Kunjunganm ulang untuk memantau berat badan
-                    Dukungan cara-cara membuat susu formula yang benar
-                    Nasihati kembali sewaktu-waktu apabila menemui tanda-tanda diatas.
Pemberian ASI 
·                     Bila ibu memilih menyusui, dukung dan hargai keputusannya.
·            Yakinkan cara melekat dan menghisap yang baik, agar tidak terjadi mastitis dan gangguan putting susu.
·             Nasihati ibu agar segera kembali apabila ada gangguan cara menyusui atau kesulitan minum pada bayinya.
·              Pada minggu pertama, nasihati ibu untuk melakukan kunjungan ulang u ntuk mengetahui apakah cara,posisi,dan perlekatan saat menyusui sudah baik, serta payudara ibu tidak ada gangguan.
·       Atur konseling selanjutnya untuk mempersiapkan kemungkinan ibu untuk menghentikan pemberian ASI lebih dini.
Tumbuh kembang
Pada infeksi HIV bayi dapat mengalami BBLR, atau gagal tumbuh. Oleh karena itu, tumbuh kembang bayi dapat diikuti dengan pemantauan berat badan, lingkar kepala, dan panjang badan. Untuk keperluan ini dapat digunakan panduan NCHS.

Sumber: Standar Pelayanan Medis IDAI 2004

Pencegahan Covid 19 pada anak (Seri pandemik covid 19)

Dalam masa wabah seperti ini, penting bagi kita untuk menjaga buah hati kita. banyak hal yang bisa dilakukan oleh ayah bunda untuk menjauh...